Selasa, 04 Januari 2011

KHUTBAH JUMAT KASIH SAYANG IBU




KASIH SAYANG IBU

KASIH IBU KEPADA BETA---TAK TERHINGGA SEPANJANG MASA---HANYA MEMBERI, TAK HARAP KEMBALI---BAGAIKAN SURYA MENYINARI DUNIA

            Bertepatan dengan peringatan hari ibu setiap 22 desember, sudah satu minggu kita lewati hari ibu, mari kita menghening cipta sambil berbicara sedikit pada khutbah hari ini untuk mengenang jasa dan citra kasih Ibu. Entah sejak umur berapa saya mengenal nyanyian diatas dan tak pernah lupa bahkan sekali-kali saya nyayikan kembali lagu itu sampai pada khutbah hari ini. Baitnya pendek, rangkaian kata-katanya simple, namun kandungan maknanya teramat dalam sehingga kadang kala air mata menetes setiap kali saya menyanyikannya, meski hanya untuk diri sendiri.
            “Ibu” dalam bahasa Al Quran dinamai dengan Umm. Dari akar kata yang sama dibentuk kata imam (pemimpin) dan ummat. Kesemuanya bermuara pada makna “yang dituju” atau “yang diteladani” dalam arti pandangan harus tertuju pada umat, pemimpin, dan ibu untuk diteladani. Umm atau “Ibu” melalui perhatiannya kepada anak serta keteladanannya, serta perhatiannya kepadanya, dapat menciptakan pemimpin-pemimpin dan bahkan dapat membina umat. Sebliknya, jika yang melahrkan seorang anak tidak berfungsi sebagai Umm, maka umat akan hancur dan pemimpin (imam) yang wajar untuk diteladani  pun tidak akan lahir.
            Agaknya, ketika Al –Quran menempatkan kewajiban berbuat baik kepada orangtua—khususnya kepada ibu—pada urutan kedua setelah kewajiban taat kepada Allah, bukan hanya disebabkan ibu memikul beban yang berat dalam mengandung, melahirkan dan meyusui anak. Tetapi juga karena ibu dibebani tugas menciptakan pemimpin-pemimpin umat.
            Fungsi dan peranan inilah yang menjadikan sebagai Umm atau ibu. Dan demi suksesnya fungsi tersebut, Tuhan menganugerahkan kepada kaum ibu struktur biologis dan cirri psikologis yang berbeda dengan kaum bapak. Peranan ibu sebagai pendidik generasi bukanlah sesuatu yang mudah. Peranan itu tidak dapat diremehkan atau dikesampingkan.
Walaupun kita tidak sepenuhnya sependapat dengan ulama besar kenamaan, Ibnu Hazm (384-456 H), tidak ada salahnya untuk mengutip pendapatnya :”Baik dan terpuji apabila seorang ibu atau istri melayani suaminya, membersihkan dan mengatur rumah tempat tinggalnya, tetapi itu bukan merupakan kewajibannya. Makanan dan pakaian yang telah siap dan terjahit untuknya justru kewajiban bapak untuk menyediakannya.
            Oleh karena itu sebagai anak, kita berkewajiban mengingat jasa-jasa ibu : seteguk Asi yang pernah kita minum, setetes keringat yang pernah dicurahkannya, seutai kalimat bimbingan yang pernah disampaikan---kesemuanya itu tidak mungkin kita imbangi atau terbalas. Kita hanya dapat bermohon sesuai dengan anjuran Allah dalam Al quran.
ôÙÏÿ÷z$#ur $yJßgs9 yy$uZy_ ÉeA%!$# z`ÏB ÏpyJôm§9$# @è%ur Éb>§ $yJßg÷Hxqö$# $yJx. ÎT$u­/u #ZŽÉó|¹ ÇËÍÈ
24.  Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah: "Wahai Tuhanku, kasihilah mereka keduanya, sebagaimana mereka berdua Telah mendidik Aku waktu kecil".

Sidang jumat yang berbahagia
            Sosok seorang Ibu memiliki kualitas agung. Pada dirinya melekat sifat kasih ilahi yang tak pernah padam. Bahkan, kita semua sebelum lahir ke dunia ini lebih dulu tinggal dalam garba surgawi yang disebut alam rahim sang Ibu, yang sesungguhnya kata “Rahim”merupakan salah satu asma Allah. Ini secara jelas menunjukkan keterkaitan kualitas yang amat dalam dan sangat lembut bahwa sebagian kasih Allah itu terpancar ke dunia melalui sosok Ibu sebagai transmiternya, yang dalam istilah tawasuf disebut Tajally Ilahi, bahwa seorang ibu senantiasa memancarkan keindahan dan kasih ilahi, bagaikan surya menyinari dunia, yang selalu memberi tak mengharapkan imbalan kembali.
            Sedemikian lembut dan lekatnya hubungan anak dengan ibu yang terbina dalam alam rahim sehingga suasana batin ibu akan sangat berpengaruh pada karakter   anak yang berada dalam kandungan. Oleh sebab itu, sangat dianjurkan, baik oleh agama maupun psikolog, ketika seorang ibu mengandung, hendaknya ia senantiasa berpikir dan bertindak positif dengan memperbanyak zikir dan doa karena semua itu akan menjadi vitamin mental-spiritual yang sangat menentukan pertumbuhan anak dikemudian hari.
            Hal ini juga berarti bahwa sesungguhnya kesuksesan seorang anak pasti karena adanya saham yang amat besar dari seorang ibu, namun mereka tidak tertarik sama sekali untuk membuat kalkulasi dan menerima dividennya, kecuali melihat anak-anaknya hidup baik dan bahagia bersama cucu-cucunya. Oleh sebab itu, tak mengherankan hasil penelitian dikalangan pengusaha sukses dikalangan Cina menunjukkan bahwa salah satu cirri kehidupan mereka adalah senantiasa menghormati ibunya sedemikian rupa karena mereka yakin sosok ibu itulah pilar kesuksesan mereka. Etos penghormatan dan bakti pada orangtua, khususnya ibu, berasal dari ajaran Kong Hu Cu yang dinamakan u hao yang sangat senapas dengan sabda Nabi Muhammad bahwa Surga itu terletak dibawah kaki Ibu. Kalau begitu dapatlah dikatakan kalau ingin sukses dunia maka muliakan ibu serta kalau ingin mulia disisi Allah maka muliakan juga Ibu. Cukuplah sekaali Al Qamar sahabat Nabi yang sulit melafazkan Kalimat Lailahaillah karena durhaka sama ibunya, jangan lah kita menjadi al qamar baru.


            Dalam surat lukman perintah bersyukur pada orangtua bahkan diletakkan sebaris dengan perintah bersyukur pada Allah.
Èbr& öà6ô©$# Í< y7÷ƒyÏ9ºuqÎ9ur ¥n<Î) 玍ÅÁyJø9$# ÇÊÍÈ
14 bersyukurlah kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakmu, Hanya kepada-Kulah kembalimu.

Ini menunjukkan betapa Allah meminta pada semua hambaNya agar pandai berterima kasih serta mencintai orangtua, khususnya ibu, yang telah mengandung, melahirkan, dan mengasuh dengan susah payah namun cinta dan kasihnya tak pernah padam. Cinta kasih ibu pada anak telah mengalahkan semua derita dan susuh payah dalam mengasuh dan membesarkan kita semua.
            Sampai-sampai muncul analogi hubungan ibu dan anak adalah ibarat mata dan jempol kaki. Ketika jempol kaki tersandung maka mata mengeluarkan air mata (menangis), sedangkan ketika mata sakit jempol kaki tidak berempati. Tentu saja ini analogi yang ekstrem, namun hal ini sedikit banyak mengandung kebenaran. Ada lagi analogi lain, hubungan ibu dan anak ibarat mata dan tangan. Jika mata menangis maka tangan lalu menghusapnya. Apa pun analoginya, pesannya satu, bahwa cinta kasih ibu pada mengalir setiap saat sebagaimana matahari menyinari bumi, namun pantulan balik cinta anak pada ibu tidaklah sebanding volumenya. Atau ibarat air hujan yang selalu mengucur kebawah, yang kembali ke atas hanya sekadar uap atau percikannya.
            Demikianlah, betapa tidak seimbangnya relasi cinta kasih ibu anak mudah sekali dibuktikan dengan cara menghitung pulsa telpon. Khotib kira kita menghabiskan pulsa telpon lebih banyak untuk berkomunikasi dengan anak-anak ketimbang menelpon orangtua. Oleh karena itu, sangat logis peringatan Al quran. Ketika berbicara pada orangtua, Al quran memperingatkan bahwa anak dan kekayaan itu ujian (fitnah), jangan sampai cinta pada anak melupakan cinta dan rasa syukur pada Allah.
(#þqßJn=÷æ$#ur !$yJ¯Rr& öNà6ä9ºuqøBr& öNä.ß»s9÷rr&ur ×puZ÷GÏù žcr&ur ©!$# ÿ¼çnyYÏã íô_r& ÒOŠÏàtã
28.  Dan Ketahuilah, bahwa hartamu dan anak-anakmu itu hanyalah sebagai cobaan dan Sesungguhnya di sisi Allah-lah pahala yang besar. (QS.  Al Anfal : 28)
Tak ada perintah Al quran untuk mencintai anak. Sebaliknya, ketika Al quran berbicara pada anak-anak agar mereka menghormati dan menyayangi orangtua.
            Logita Al quran ini sangat sejalan dengan hasil kajian psikologis bahwa cinta kasih dan perhatian anak pada orangtua tidak sebanding sejajar dengan cinta orangtua pada anak. Oleh karena itu, sangat tepat peringatan Nabi Muhammad dengan sabdanya “cinta kasih dan Rida Allah bersama dengan cinta kasih dan rida orangtua pada anak-anaknya. Sebaliknya, kemarahan Allah adalah bersama kemarahan orangtua pada anak-anaknya.




Ini juga yang dimaksud dengan ungkapan: surga berada dibawah kaki ibu, bahwa kalau ingin mendapatkan kehidupan surgawi, baik didunia dan diakherat, kita mesti mampu membangun relasi cinta kasih dengan orangtua, khususnya Ibu.
            Khotib kenal beberapa keluarga yang sengaja menyediakan mobil dan sopir khusus untuk melayani orangtua yang sudah lanjut usia. Karena merasa sepi tinggal dirumah sendirian, orangtua itu ada yang sekali-kali senang menghadiri seminar, pengajian, rekreasi dan belanja. Kata teman tadi, saat-saat yang membahagiakan mereka adalah ketika pulang belanja lalu memanggi cucu-cucunya untu dibagi oleh-oleh. Rupanya memberi dan berbagi cinta kasih merupakan sumber kebahagiaan bagi orangtua, bahkan ketika orangtua sudah lanjut usia selalu saja ia ingin memberi pada anak dan cucunya.
            Nabi bersabda:”Orangtua yang lanjut usia itu titipan Tuhan di muka bumi. Barangsiapa yang mencintai dan merawat mereka, maka Allah akan melipatgandakan upahnya dan melimpahkan keberkatan pada keluarga itu”. Oleh karena itu, sangatlah terpuji dan logis kalau orangtua menjadi rebutan anak-anaknya untuk merawat dan melayani mereka, bukannya dititipkan ke rumah jompo.
            Kita masih ingat ketika kecil, kalau kaki tersandung atau sakit pasti yang dipanggil pertama adalah sang Ibu. Atau anak kita yang masih kecil kalau bangun tidur, biasanya memanggil ibu, barulah ayahnya, dengan merengek-rengek untuk diangkat Ibunya. Ada rasa damai ketika si Ibu berada disampingnya. Ikatan itu begitu kuat karena sudah tertanam sejak sang anak masih dalam alam rahim. Bahkan, seorang ibu muda bercerita, ketika melahirkan anak pertamanya, dia lebih memerlukan perdampingan ibunya, syukur-syukur sang suami juga bersamanya.
            Karena sifat ibu yang pengasih penyayang, bumi tempat kita hidup juga disebut ibu pertiwi, yang mensuplai semua kebutuhan kita. Apa yang tidak diberikan oleh Ibu pertiwi atau mother earth? Lalu kampus tempat kita lahir dan tumbuh secara intelektual juga disebut almamater. Semoga kita tergolong insane-insan yang biasa memuliakan ibu kita.
SEBAGAI PENUTUP, ADA SEBUAH KISAH, KISAH INI KHOTIB AMBIL DARI BUKU WISDOM DAN SUCCESS KARANGAN MOTIVATOR INDONESIA ANDRIE WONGSO. Semoga jadi renungan kita semua.
            Pada suatu ketika, tampak seorang pemuda yang sedang melamar pekerjaan disebuah perusahaan besar. Dia sudah berhasil lolos di tes-tes pendahuluan. Dan kini, tiba saatnya dia harus menghadap kepada pimpinan untuk wawancara akhir. Setelah melihat hasil tes dan penampilan si pemuda, sang pimpinan bertanya,”anak muda, apa cita-citamu?
            “Cita-cita saya, suatu hari nanti bisa duduk di bangku Bapak,”jawab si pemuda.
            Engkau tentu tahu, untuk bisa duduk di bangku ini, tentu tidak mudah. Perlu kerja keras dan waktu yang tidak sebentar. Betul bukan? Si pemuda menganggukkan kepala tanda setuju.-----“Apa pekerjaan orang tuamu?lanjut si pemimpin kepada si pemuda.----Ayah saya telah meninggal dunia saat saya masih kecil. Ibulah yang bekerja menghidupkan kami dan menyekolahkan saya”------“Apakah kamu tahu tanggal lahir ibumu?”kembali pimpinan itu bertanya.----“Dikeluarga kami tidak ada tradisi merayakan pesta ulang tahun sehingga saya juga tidak tahu kapan ibu saya berulang tahun,”-----“Baiklah anak muda. Bapak belum memutuskan apakah kamu diterima atau tidak bekerja disini. Tetapi ada satu permintaan bapak. Saat dirumah nanti lakukan sebuah pekerjaan kecil, yaitu cucilah kaki ibumu dan besok datanglah kemari lagi”-----Walaupun tidak mengerti maksud dan tujuan permintaan tersebut, demi permintaan yang tidak biasa dan karena sangat ingin diterima bekerja, dia lakukan juga perintah itu. Saat senja tiba, si pemuda membimbing ibunya duduk dan berkata,”Ibu nampak lelah, duduklah Bu. Saya akan cuci kaki ibu,”-------Sambil menantap takjub putranya, si ibu menganggukkan kepala,”Anakku,rupanya sekarang engkau telah dewasa dan mulai mengerti.”------Si pemuda pun mengambil ember berisi air hangat. Tak lama sepasang kaki ibudanya yang rapuh, berkeriput, dan terasa kasar di telapak tangannya itu mulai direndam sambil diusap-usap dan dipijat perlahan. Demi melihat kondisi kaki ibunya yang pecah-pecah karena bekerja keras selama ini, tanpa terasa airmata pemuda itu menetes perlahan.”Ibu, terima kasih, Bu. Ibu telah bekerja berat selama ini untuk Ananda. Berkat kaki inilah Ananda bisa menjadi seperti ini,”ucapnya lirih, terbata-bata menahan tangis.
Tiba keesokan harinya, sang pemimpin berkata,”Coba ceritakan, bagaimana perasaan kamu mencuci kaki ibumu?------“Saat mencuci kaki ibu, saya mengerti dan menyadari akan kasih saying ibu yang rela berkorban demi anaknya. Melalui kaki ibu yang semakin keriput dan tampak rapuh, saya tahu, bahwa saya harus bekerja dengan sungguh-sungguh demi membaktikan diri kepada ibu saya,”ucapnya tulus tanpa kesan mengada-ada.
Mendengar jawaban si pemuda, akhirnya si pimpinan menerima dia bekerja diperusahaan itu. Pimpinan itu yakin, seseorang yang tahu bersyukur dan tahu membalas budi kebaikan orang tuanya, adalah orang yang mempunyai cinta kasih. Dan orang yang seperti itu pasti akan bekerja dengan serius, sepenuh hati, dan bertanggung jawab.
            

Tidak ada komentar:

Posting Komentar